Apakah Internet adalah sarana equality knowledge?

Apakah Internet adalah sarana equality knowledge?

Flashback Artikel dan Pengembangan

Apakah Internet adalah sarana equality knowledge?
catatan Wawan Setiawan

Bandung, Sabtu 21 Februari 2015, 08.51 WIB

Sumber tulisan: https://baliooo.wordpress.com/2015/02/21/apakah-internet-adalah-sarana-equality-knowledge/


—–

MIT Technology Review sedang membahas tentang media Internet, yang bagi American merupakan perwujudan dari visi Thomas Jefferson, bapak pendiri Amerika.

Ketika itu, setelah merdeka dari Inggris, Amerika juga sedang berdebat tentang visi pemerintahan yang sentralistik dari Alexander Hamilton atau individualis ala Thomas Jefferson yang menganut aliran Epicurusian.

MIT mengungkapkan bahwa Internet merupakan kemenangan visi Thomas Jefferson, yaitu sarana equality knowledge warga negara.

Tapi saya tidak begitu yakin, karena dibalik media Internet ini, siapa saja bisa melakukan propaganda. 

Jadi, menurut perspektive saya, Internet menjadi sarana equality bila pemerintahnya sentralistik dan menentukan content mana yang positive dan negative disensor, ini seperti halnya pemerintah China, dimana Internet tumbuh sangat pesat di negeri China dan content-nya sangat ketat dengan sensor.

Namun bila Internet dibiarkan demokratik liberal, maka yang terjadi malah akan memperlebar jurang gap knowledge. 

Dari Internet ini, sejak masih umur 20 tahun, yang saya sukai adalah situs NASA, mailing list apakabar Indonesia-L, milis politik yang dibuat oleh Prof. Harvard John Mc Dougall dan Gerry van Klinklen KITLV Leiden Belanda, update berita baru technology, jadi apa yang saya lakukan sekarang sebenarnya bukan hal baru, karena sejak muda saya juga sudah rajin menulis baik karya tulis ilmiah kampus, atau di majalah komputek atau infokom.

Namun dari Internet ini saya juga tahu bahwa ada yang sangat menyukai situs porno, berjam jam waktunya dihabiskan untuk melahap pornografi, atau kalau zaman sekarang banyak situs kekerasan berbasis agama.

Hal ini akan membuat gap sangat serious, yang maniak knowledge akan selalu mengakses knowledge, yang kecanduan porno akan selalu mengakses porno, yang kecanduan agama akan selalu mengakses situs situs agama yang saat ini saya lihat sangat liar dan sangat provokative.

Jadi, ini semua kembali ke orangnya lagi, Internet hanya suatu wahana atau media, saya menggunakannya untuk bisnis Internet, update knowledge dan berita teknologi, melanjutkan passion saya sejak muda, yaitu menulis, dan komunikasi voice atau email untuk bisnis atau update perkembangan puteri saya di Russia.

Review MIT yang saya baca pagi ini sangat saya ragukan, karena menganggap Internet adalah media equality.

Ini bisa jadi benar, jika pemerintahnya seperti pemerintah China, yaitu melakukan sensor ketat dan menggiring content positive produktive.

Tapi kalau di Indonesia, dengan pemerintah yang ada saat ini, saya justru melihat Internet adalah sarana menjauhnya gap, dari Internet inilah yang unknowledge (stupid) akan semakin massive dan yang cerdas akan semakin cerdas.

Semua terpulang dan kembali kepada masing masing individu, mau menggunakan Internet untuk apa?

—————

Pengembangan Artikel Jumat, 8 September 2023

Saat ini, di Indonesia, memang sudah benar bahwa kementrian Kominfo mempunyai proyek Palapa Ring, Satellite Satria-1 dan pembangunan massive jaringan BTS 4G sebagai sarana pemerataan akses internet di Indonesia.

Dengan konsep subsidi silang melalui mekanisme BHP USO Kementrian Kominfo, rakyat Indonesia di daerah rural sudah bisa mengakses Internet hanya dengan Rp 5000 rupiah sudah mendapatkan paket data 500MB. 

Sedangkan di Amerika, di daerah rural, jangkauan internet melalui satellite Starlink ataupun Kuiper minimal harus merogoh kocek usd 100 per bulan.

Dalam masalah akurasi dan transparansi data yang tersaji di Internet, kolaborasi pemerintah, organisasi non-profit sampai korporasi besar teknologi inovasi juga sudah berusaha mencara cara/mekanisme data yg “bertanggung jawab”, salah satunya dengan membuat protokol “The Coalition for Content Provenance and Authenticity (C2PA)”.

Sehingga penolakan saya diatas justru penolakan yang salah, dan memang benar bahwa hal ini kemenangan visi Thomas Jefferson dan MIT Technology Review. 

Kemaren saya menulis Flashback Artikel dan pengembangannya, berjudul “Membangun Artificial Intelligence dengan Machine Learning Google”.

Google malah memberikan course gratis tentang Cloud, Quantum, dan AI di Udemy.

Saya sendiri pernah mengikuti kursus AI dari MIT melalui EDX secara online sekitar tahun 2012-an. 

Dengan melihat realita perkembangan Internet di tahun 2023 ini, kita bisa mengikuti kursus berbayar dan gratis dari mana saja, bisa membaca jurnal ilmiah baik yang berbayar ataun yang gratis terdepan di dunia, maka memang benar Internet bisa menjadi sarana equality/pemerataan knowledge.

Visi Thomas Jefferson memang luar biasa, suatu pencapaian,  memang harus dicapai secara individu, namun apabila menengok filosofi yang beliau anut, yaitu filosofinya Epicurus dari era peradaban Yunani kuno sebelum masehi, maka kita akan sangat memahami visi Jefferson, karena Epicurus disebut sebagai “Bapaknya Free Will dan Libertarian”. 

Teknovasi – Take u to the Future https://teknovasi.org

Link yang berkaitan:

Teknovasi Youtube Webinar: “Menuju era Transhuman”

Teknovasi Youtube Webinar: “Membedah buku Madilog Tan Malaka” (versi pendek)

Teknovasi Youtube Webinar: “Bedah buku Madilog karya Tan Malaka”

Leave a Reply